CONTOH PROPOSAL SKRIPSI Karakteristik Longsorlahan Di Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas”.

BAB I.
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang
Peristiwa tanah longsor atau dikenal dengan gerakan massa tanah, batuan atau kombinasinya, sering terjadi pada lereng alami atau lereng non alami. Tanah longsor sebenarnya merupakan fenomena alam, yaitu alam mencari keseimbangan baru akibat adanya gangguan atau faktor yang menyebabkan terjadinya pengurangan kuat geser serta peningkatan tegangan geser tanah (Suryolelono, 2002 dalam Kuswaji, 2008).
Bencana alam tanah longsor sering melanda beberapa wilayah di tanah air. Beberapa faktor alami yang menyebabkan seringnya terjadi bencana tersebut antara lain banyak dijumpainya gunung api baik yang masih aktif maupun yang non aktif terutama Pulau Sumatera bagian barat dan Pulau Jawa bagian selatan. Kedua wilayah tersebut merupakan bagian dari cincin api yang melingkari cekung Samudera Pasifik dari Benua Asia sampai Benua Amerika. Selain itu, wilayah Indonesia merupakan pertemuan 3 lempeng Australia, Eurasia dan Pasifik sehingga sering dilanda gempa bumi tektonik. Guncangan gempa tersebut dapat mengakibatkan terjadinya tanah longsor pada daerah perbukitan dengan lereng yang curam.
Geomorfologi sebagai salah satu bagian dari ilmu kebumian yang mempelajari konfigurasi permukaan bumi dan proses-proses yang membentuk dan merubahnya telah banyak diaplikasikan bagi kepentingan umat manusia, salah satu aplikasinya adalah untuk memahami karakter lahan.
Verstappen (1983) menyebutkan bahwa geomorfologi dapat didefinisikan sebagai ilmu tentang bentuklahan (landform) yang membentuk permukaan bumi, baik di atas maupun di bawah permukaan laut, genesis dan perkembangannya yang akan datang, sejalan dengan konteks lingkungannya. Berdasarkan definisi bentuklahan tersebut dapat diketahui bahwa bentuklahan adalah konfigurasi permukaan bumi yang mempunyai relief khas, karena pengaruh kuat dari struktur kulit bumi dan bekerjanya proses alam pada batuan penyusunnya di dalam ruang dan waktu tertentu.
Cooke dan Doornkamp (1994), menjelaskan kontribusi geomorfologi terhadap penilaian kejadian gerakan massa, bahwa ada beberapa faktor yang perlu diketahui untuk menilai kejadian gerakan massa atau longsor tanah, yaitu: lereng, drainase, batuan dasar, tanah, bekas-bekas longsor sebelumnya, iklim dan pengaruh aktivitas manusia. Dari beberapa konsep tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan erat antara kondisi geomorfologi suatu wilayah dengan karakteristik kejadian longsor tanah, karena faktor-faktor penyusun bentuklahan juga akan berpengaruh terhadap karakteristik tanah longsor yang dicerminkan dengan berbagai tipe longsor.
Tanah longsor adalah suatu produk dari proses gangguan keseimbangan yang menyebabkan bergeraknya masa tanah dan batuan dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah. Pergerakan tersebut terjadi karena adanya faktor gaya yang terletak pada bidang tanah yang tidak rata atau disebut dengan lereng. Selanjutnya, gaya yang menahan massa tanah di sepanjang lereng tersebut dipengaruhi oleh kedudukan muka air tanah, sifat fisik tanah, dan sudut dalam tahanan geser tanah yang bekerja di sepanjang bidang luncuran (Sutikno, 1997).
Menurut Goenadi et al. (2003) dalam Alhasanah (2006), faktor penyebab tanah longsor secara alamiah meliputi morfologi permukaan bumi, penggunaan lahan, litologi, struktur geologi, dan kegempaan. Selain faktor alamiah, juga disebabkan oleh faktor aktivitas manusia yang mempengaruhi suatu bentang alam, seperti kegiatan pertanian, pembebanan lereng, pemotongan lereng, dan penambangan.
Kabupaten Banyumas merupakan daerah yang mempunyai tingkat kerawanan cukup tinggi terhadap kejadian bencana tanah longsor, walaupun selama ini korban jiwa akibat bencana alam tersebut tidak begitu banyak. Dari 27 wilayah Kecamatan yang ada, 14 Kecamatan di antaranya adalah wilayah-wilayah yang mempunyai tingkat kerawanan yang cukup tinggi terhadap kejadian bencana tanah longsor. Kecamatan Ajibarang merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten Banyumas yang mempunyai tingkat kerawanan yang tinggi terhadap kejadian bencana tanah longsor. Wilayah ini dapat dipastikan setiap tahunnya selalu terjadi bencana tanah longsor baik yang berskala besar maupun kecil.

1.2. Perumusan Masalah
Gerakan tanah merupakan peristiwa alam yang seringkali membawa bencana dan kerugian yang tidak sedikit, baik berupa harta benda, sarana dan prasarana maupun jiwa manusia. Lebih-lebih kondisi alam Indonesia dengan faktor-faktor penyebab geologi, topografi, klimatologi yang sangat dominan menjadikan beberapa wilayah Indonesia rawan bencana alam gerakan tanah.
Kabupaten Banyumas terutama di bagian utara dan selatan sebagian besar tanah/batuannya dibentuk oleh batuan vulkanik  yang tanah pelapukannya gembur, dan sebagian daerahnya berlereng terjal, sehingga pada musim penghujan mempunyai potensi untuk terjadi gerakan tanah yang dapat mengancam kelestarian alam dan keselamatan jiwa penduduk setempat.
Dari uraian diatas dapat di rumuskan masalahnya yaitu : “Bagaimana Karakteristik Longsorlahan Di Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas”.

1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik longsorlahan yang terdapat di Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas.

1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan informasi tentang karakteristik longsorlahan di wilayah penelitian, sehingga dapat menjadi rujukan dalam pencegahan dan mitigasi bencana tanah longsor.

















BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanah Longsor
Suripin (2002) tanah longsor merupakan bentuk erosi dimana pengangkutan atau gerakan masa tanah terjadi pada suatu saat dalam volume yang relatif besar. Peristiwa tanah longsor dikenal sebagai gerakan massa tanah, batuan atau kombinasinya, sering terjadi pada lereng-lereng alam atau buatan dan sebenarnya merupakan fenomena alam yaitu alam mencari keseimbangan baru akibat adanya gangguan atau faktor yang mempengaruhinya dan menyebabkan terjadinya pengurangan kuat geser serta peningkatan tegangan geser tanah. Kamus Wikipidea menambahkan bahwa tanah longsor merupakan suatu peristiwa geologi
dimana terjadi pergerakan tanah seperti jatuhnya bebatuan atau gumpalan besar tanah.
Menurut Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (2005)
menyatakan bahwa tanah longsor boleh disebut juga dengan gerakan tanah. Didefinisikan sebagai massa tanah atau material campuran lempung, kerikil, pasir, dan kerakal serta bongkah dan lumpur, yang bergerak sepanjang lereng atau keluar lereng karena faktor gravitasi bumi.
Sutikno, dkk. (2002) mengatakan bahwa tanah longsor adalah proses perpindahan massa tanah atau batuan dengan arah miring dari kedudukan semula akibat adanya gaya gravitasi (terpisah dari massa aslinya yang relatif mantap).
Berdasarkan teori gerakan tanah (Scehmton dan Hitchison, 1969, Chowdhury, 1978, Varnes, 1978 dalam Karnawati, 2001) didefinisikan bahwa gerakan tanah adalah merupakan suatu gerakan menuruni lereng oleh massa tanah dan atau batuan penyusun lereng ke arah kaki lereng, akibat dari terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut. Apabila massa yang bergerak ini didominasi oleh massa tanah dan gerakannya melalui suatu bidang pada lereng, baik berupa bidang miring ataupun lengkung, maka proses pergerakan tersebut disebut sebagai longsoran tanah.
Menurut Sitorus (2006), longsor (landslide) merupakan suatu bentuk erosi yang pengangkutan atau pemindahan tanahnya terjadi pada suatu saat yang relatif pendek dalam volume (jumlah) yang sangat besar. Berbeda halnya dengan bentuk-bentuk erosi lainnya (erosi lembar, erosi alur, erosi parit) pada longsor pengangkutan tanah terjadi sekaligus dalam periode yang sangat pendek.
Gerakan tanah (tanah longsor) adalah suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa tanah dan batuan ke tempat yang lebih rendah. Gaya yang menahan massa tanah di sepanjang lereng tersebut dipengaruhi oleh sifat fisik tanah dan sudut dalam tahanan geser tanah yang bekerja di sepanjang lereng. Perubahan gaya-gaya tersebut ditimbulkan oleh pengaruh perubahan alam maupun tindakan manusia. Perubahan kondisi alam dapat diakibatkan oleh gempa bumi, erosi, kelembaban lereng akibat penyerapan air hujan, dan perubahan aliran permukaan. Pengaruh manusia terhadap perubahan gaya-gaya antara lain adalah penambahan beban pada lereng dan tepi lereng, penggalian tanah di tepi lereng, dan penajaman sudut lereng. Tekanan jumlah penduduk yang banyak mengalihfungsikan tanah-tanah berlereng menjadi pemukiman atau lahan budidaya sangat berpengaruh terhadap peningkatan resiko longsor.
Tanah longsor merupakan contoh dari proses geologi yang disebut dengan mass wasting yang juga sering disebut gerakkan masa ( mass movement ), merupakan perpindahan masa batuan, regolith, dan tanah dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah karena gaya gravitasi. Setelah batuan lapuk, gaya gravitasi akan menarik material hasil pelapukan ke tempat yang lebih rendah.
Meskipun gravitasi merupakan faktor utama terjadinya gerakkan masa, ada beberapa faktor lain yang jugs berpengaruh terhadap terjadinya proses tersebut antara lain kemiringan lereng dan air. Apabila pori – pori sedimen terisi oleh air, gaya kohesi antar mineral akan sewmakin lemah, sehingga memungkinkan partikel – partikel terebut dengan mudah untuk bergeser. Selain itu air juga akan menambah berat beban masa material, sehingga memungkinkan cukup untuk menyebabakan material untuk meluncur ke bawah.

2.2 Tipe Longsoran
Naryanto (2002), jenis tanah longsor berdasarkan kecepatan gerakannya dapat dibagi menjadi 5 (lima) jenis yaitu :
a.       Aliran ; longsoran bergerak serentak/mendadak dengan kecepatan tinggi.
b.      Longsoran ; material longsoran bergerak lamban dengan bekas longsoran berbentuk tapal kuda.
c.       Runtuhan; umumnya material longsoran baik berupa batu maupun tanah bergerak cepat sampai sangat cepat pada satu tebing.
d.      Majemuk; longsoran yang berkembang dari runtuhan atau longsoran dan berkembang lebih lanjut menjadi aliran.
e.       Amblesan (penurunan tanah); terjadi pada penambangan bawah tanah, penyedotan air tanah yang berlebihan, proses pengikisan tanah serta pada daerah yang dilakukan proses pemadatan tanah.
Penurunan tanah (subsidence) dapat terjadi akibat adanya konsolidasi, yaitu penurunan permukaan tanah sehubungan dengan proses pemadatan atau perubahan volume suatu lapisan tanah. Proses ini dapat berlangsung lebih cepat bila terjad pembebanan yang melebihi faktor daya dukung tanahnya, ataupun pengambilan air tanah yang berlebihan dan berlangsung relatif cepat.
Pengambilan air tanah yang berlebihan dapat mengakibatkan penurunan muka air tanah (pada sisitem akifer air tanah dalam) dan turunnya tekanan hidrolik, sedangkan tekanan antar batu bertambah. Akibat beban di atasnya menurun, penurunan tanah pada umumnya terjadi pada daerah dataran yang dibangun oleh batuan/tanah yang bersifat lunak (Sangadji, 2003).

2.3 Karakteristik Daerah Rawan Tanah Longsor
Darsoatmodjo dan Soedrajat (2002), menyebutkan bahwa terdapat beberapa ciri/karakteristik daerah rawan akan gerakan tanah, yaitu :
a. Adanya gunung api yang menghasilkan endapan batu vulkanik yang umumnya belum padu dan dengan proses fisik dan kimiawi maka batuan akan melapuk, berupa lempung pasiran atau pasir lempungan yang bersifat sarang, gembur, dan mudah meresapkan air.
b. Adanya bidang luncur (diskontinuitas) antara batuan dasar dengan tanah pelapukan, bidang luncuran tersebut merupakan bidang lemah yang licin dapat berupa batuan lempung yang kedap air atau batuan breksi yang kompak dan bidang luncuran tersebut miring kea rah lereng yang terjal.
c. Pada daerah pegunungan dan perbukitan terdapat lereng yang terjal, pada daerah jalur patahan/sesar juga dapat membuat lereng menjadi terjal dan dengan adanya pengaruh struktur geologi dapat menimbulkan zona retakan sehingga dapat memperlemah kekuatan batuan setempat.

d. Pada daerah aliran sungai tua yang bermeander dapat mengakibatkan lereng menjadi terjal akibat pengikisan air sungai ke arah lateral, bila daerah tersebut disusun oleh batuan yang kurang kuat dan tanah pelapukan yang bersifat lembek dan tebal maka mudah untuk longsor.
e. Faktor air juga berpengaruh terhadap terjadinya tanah longsor, yaitu bila di lereng bagian atas terdapat adanya saluran air tanpa bertembok, persawahan, kolam ikan (genangan air), bila saluran tersebut jebol atau bila turun hujan air permukaan tersebut meresap ke dalam tanah akan mengakibatkan kandungan air dalam massa tanah akan lewat jenuh, berat massa tanah bertambah dan tahanan geser tanah menurun serta daya ikat tanah menurun sehingga gaya pendorong pada lereng bertambah yang dapat mengakibatkan lereng tersebut goyah dan bergerak menjadi longsor. Karakteristik longsorlahan dapat dilihat pada Tabel.1

Tabel. 1 karakteristik tanah longsor
1.
Fenomena sebab akibat
Meluncurnya tanah pada lereng dan bebatuan sebgai akibat getaran-getaran yang terjadi secara alami, perubahan-perubahan secara langsung kandungan air, hilangnya dukungan yang berdekatan, pengisian beban, pelapukan, atau manipulasi manusia terhadap jalur-jalur air dan komposisi lereng.
2.
Karakteristik umum
Tanah longsor berbeda-beda dalam tipe gerakannya (jatuh, meluncur, tumbang, menyebar ke samping, mengalir), dan mungkin pengaruh-pengaruh sekundernya adalah badai yang kencang, gempa bumi dan letusan gunung berapi. Tanah longsor lebih menyebar dibandingkan dengan kejadian geologi lainnya.
3.
Bisa diramalkan
Frekuensi kemunculannya, tingkat, dan konsekuensi dari tanah longsor bisa diperkirakan dan daerah-daerah yang beresiko tinggi ditetapkan dengan penggunaan informasi pada area geolog, geomorphologi, hidrologi, & klimatologi dan vegetasi.
4.
Faktor-faktor yang memberikan kontribusi terhadap kerentanan
Tempat tinggal yang dibangun pada lereng terjal, tanah yang lembek, puncak batu karang.
Tempat hunian yang dibangun pada dasar lereng yang terjal, pada mulut-mulut sungai dari lembah-lembah gunung.
Jalan-jalan, jalur-jalur komunikasi di daerah-daerah pegunungan. Bangunan dengan pondasi lemah.
Jalur-jalur pipa yang ditanam, pipa-pipa yang mudah patah.
Kurangnya pemahaman akan bahaya tanah longsor.
5.
Pengaruh-pengaruh umum yang merugikan
Kerusakan fisik- Segala sesuatu yang berada di atas atau pada jalur tanah longsor akan menderita kerusakan. Puing-puing bisa menutup jalan-jalan, jalur komunikasi atau jalan-jalan air. Pengaruh-pengaruh tidak langsung bisa mencakup kerugian produktifitas pertanian atau lahan-lahan hutan, banjir, berkurangnya nilai property. Korban –kematian terjadi karena runtuhnya lereng. Luncuran puing-puing yang hebat atau aliran Lumpur telah membunuh beribu-ribu orang.
6.
Tindakan pengurangan resiko yang memungkinkan
Pemetaan bahaya
Legislasi dan peraturan penggunaan bahaya
Asuransi
7.
Tindakan kesiapan khusus
Pendidikan komunitas
Monitoring. System peringatan dan sistem evakuasi
8.
Kebutuhan khusus pasca bencana
SAR (penggunaan peralatan untuk memindahkan tanah)
Bantuan medis, emergensi tempat berlindung bagi yang tidak memiliki tempat tinggal.
9.
Alat-alat penilaian dampak
Formulir-formulir pengkajian kerusakan
Sumber : UNDP 1992

2.4 Jenis-Jenis Longsoran
Menurut Subowo (2003), ada 6 (enam) jenis tanah longsor, yaitu: longsoran translasi, longsoran rotasi, pergerakan blok, runtuhan batu, rayapan tanah, dan aliran bahan rombakan.
Dari keenam jenis longsor tersebut, jenis longsor translasi dan rotasi paling banyak terjadi di Indonesia, hal tersebut dikarenakan tingkat pelapukan batuan yang tinggi, sehingga tanah yang terbentuk cukup tebal. Sedangkan longsor yang paling banyak menelan korban harta, benda dan jiwa manusia adalah aliran bahan rombakan, hal tersebut dikarenakan longsor jenis aliran bahan rombakan ini dapat menempuh jarak yang cukup jauh yaitu bisa mencapai ratusan bahkan ribuan meter, terutama pada daerah-daerah aliran sungai di daerah sekitar gunungapi. Kecepatan longsor jenis ini sangat dipengaruhi oleh kemiringan lereng, volume dan tekanan air, serta jenis materialnya.

Tabel 2. Jenis-Jenis Longsoran
No.
Jenis Longsoran
Sketsa
Keterangan
1.
Longsoran Translasi


Longsoran translasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan  pada bidang  gelincir berbentuk rata atau menggelombang landai.


2.


Longsoran Rotasi

Longsoran     rotasi     adalah bergeraknya massa tanah dan batuan  pada bidang  gelincir berbentuk cekung.
3.
Pergerakkan Blok
Pergerakan     blok     adalah bergeraknya batuan pada bidang gelincir berbentuk rata. Longsoran ini disebut longsoran translasi blok batu
4.
Runtuhan Batu



Runtuhan batu adalah runtuhnya sejumlah  besar  batuan  atau material lain bergerak ke bawah dengan   cara   jatuh   bebas. Umumnya terjadi pada lereng
yang terjal hingga menggantung.
5.
Rayapan Tanah



Rayapan tanah  adalah  jenis gerakan tanah yang bergerak lambat. Jenis gerakan tanah ini hampir  tidak  dapat  dikenali. Rayapan    tanah    ini    bisa menyebabkan   tiang  telepon, pohon, dan rumah miring.

6.
Aliran Bahan Rombakan

Gerakan tanah ini terjadi karena massa tanah bergerak didorong oleh   air. Kecepatan   aliran
dipengaruhi kemiringan lereng,
volume dan tekanan air, serta jenis materialnya. Gerakannya terjadi di sepanjang lembah dan mampu mencapai ribuan meter.
Sumber : Subowo ( 2003 )

2.5 Penyebab Tanah Longsor
Faktor penyebab terjadinya gerakan pada lereng juga tergantung pada kondisi batuan dan tanah penyusun lereng, struktur geologi, curah hujan, vegetasi penutup dan penggunaan lahan pada lereng tersebut, namun secara garis besar dapat dibedakan sebagai faktor alami dan manusia.
Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (2005), tanah longsor dapat terjadi karena faktor alam dan faktor manusia sebagai pemicu  terjadinya tanah longsor, yaitu :
1.       Faktor Alam
Kondisi alam yang menjadi faktor utama terjadinya longsor antara lain:        
a. Kondisi geologi: batuan lapuk, kemiringan lapisan, sisipan lapisan batu lempung, lereng yang terjal yang diakibatkan oleh struktur sesar dan kekar (patahan dan lipatan), gempa bumi, stratigrafi dan gunung api, lapisan batuan yang kedap air miring ke lereng yang berfungsi sebagai bidang longsoran, adanya retakan karena proses alam (gempa bumi, tektonik).
b. Keadaan tanah : erosi dan pengikisan, adanya daerah longsoran lama, ketebalan tanah pelapukan bersifat lembek, butiran halus, tanah jenuh karena air hujan.
c. Iklim: curah hujan yang tinggi, air (hujan. di atas normal)
d. Keadaan topografi: lereng yang curam.
e. Keadaan tata air: kondisi drainase yang tersumbat, akumulasi massa air, erosi dalam, pelarutan dan tekanan hidrostatika, susut air cepat, banjir, aliran bawah tanah pada sungai lama).
f. Tutupan lahan yang mengurangi tahan geser, misal lahan kosong, semak belukar di tanah kritis.

2.      Faktor Manusia
Ulah manusia yang tidak bersahabat dengan alam antara lain :
a. Pemotongan tebing pada penambangan batu di lereng yang terjal.
b. Penimbunan tanah urugan di daerah lereng.
c. Kegagalan struktur dinding penahan tanah.
d. Perubahan tata lahan seperti penggundulan hutan menjadi lahan basah yang menyebabkan terjadinya pengikisan oleh air permukaan dan menyebabkan tanah menjadi lembek
e. Adanya budidaya kolam ikan dan genangan air di atas lereng.
f. Sistem pertanian yang tidak memperhatikan irigasi yang aman.
g. Pengembangan wilayah yang tidak diimbangi dengan kesadaran masyarakat, sehingga RUTR tidak ditaati yang akhirnya merugikan sendiri.
h. Sistem drainase daerah lereng yang tidak baik yang menyebabkan lereng semakin terjal akibat penggerusan oleh air saluran di tebing
i. Adanya retakan akibat getaran mesin, ledakan, beban massa yang bertambah dipicu beban kendaraan, bangunan dekat tebing, tanah kurang padat karena material urugan atau material longsoran lama pada tebing
j. Terjadinya bocoran air saluran dan luapan air saluran

2.5.1 Kelerengan ( Slope )
Menurut Karnawati ( 2001 ), kelerengan menjadi faktor yang sangat penting dalam proses terjadinya tanah longsor. Pembagian zona kerentanan sangat terkait dengan kondisi kemiringan lereng. Kondisi kemiringan lereng lebih 15o perlu mendapat perhatian terhadap kemungkinan bencana tanah longsor dan tentunya dengan mempertimbangkan faktor – faktor lain yang mendukung. Pada dasarnya sebagian besar wilayah Indonesia merupakan daerah perbukitan atau pegunungan yang membentuk lahan miring. Namun tidak selalu lereng atau lahan yang miring bepotensi tanah longsor. Potensi terjadinya gerakkan pada lereng juga tergantung pada kondisi batuan dan tanah penyusun lerengnya, struktur geologi, curah hujan, vegetasi penutup, dan penggunaan lahan pada lereng tersebut.
Lebih jauh Karnawati ( 2001 ), menyebutkan terdapat 3 tipologi lereng yang rentan untuk bergerak/ longsor, yaitu :
a.       Lereng yang tersusun oleh tumpukan tanah gembur dialasi oleh batuan atau tanah yang lebih kompak.
b.      Lereng yang tersusun oleh pelapisan batuan miring searah lereng
c.       Lereng yang tersususn oleh blok – blok batuan
Kemantapan suatu lereng tergantung kepada gaya penggerak dan gaya penahan yang ada pada lereng tersebut. Gaya penggerak adalah gaya – gaya yang yang berusaha membuat lereng longsor, sedangkan gaya penahan adalah gaya – gaya yang mempertahankan kemantapan lereng tersebut. Jika gaya penahan ini lebih besar dari pada gaya penggerak, maka lereng tersebut tidak akan mengalami gangguan atau berarti lereng tersebut mantap ( Das, 1993; Notosiswojo dan Projosumarto, 1984 dalam Mustafril, 2003 ).

2.5.2 Penutupan Vegetasi
Menurut Sitorus (2006), vegetasai berpengaruh terhadap aliran permukaan, erosi, dan longsor melalui (1) Intersepsi hujan oleh tajuk vegetasi/tanaman, (2) Batang mengurangi kecepatan aliran permukaan dan kanopi mengurangi kekuatan merusak butir hujan, (3) Akar meningkatkan stabilitas struktur tanah dan pergerakan tanah, (4) Transpirasi mengakibatkan kandungan air tanah berkurang. Keseluruhan hal ini dapat mencegah dan mengurangi terjadinya erosi dan longsor.
Tanaman mampu menahan air hujan agar tidak merembes untuk sementara, sehingga bila dikombinasikan dengan saluran drainase dapat mencegah penjenuhan material lereng dan erosi buluh (Rusli, 2007).
Rusli (1997), keberadaan vegetasi juga mencegah erosi dan pelapukan lebih lanjut batuan lereng, sehingga lereng tidak bertambah labil. Dalam batasan tertentu, akar tanaman juga mampu membantu kestabilan lereng. Namun, terdapat fungsi-fungsi yang tidak dapat dilakukan sendiri oleh tanaman dalam mencegah longsor.
Pola tanam yang tidak tepat justru berpotensi meningkatkan bahaya longsor. Jenis tanaman apa pun yang ditanam saat rehabilitasi harus sesuai dengan kondisi geofisik dan sejalan dengan tujuan akhir rehabilitasi lahan. Pohon yang cocok ditanam di lereng curam adalah yang tidak terlalu tinggi, namun memiliki jangkauan akar yang luas sebagai pengikat tanah (Surono, 2003).

2.5.3 Faktor Tanah
Jenis tanah sangat menentukan terhadap potensi erosi dan longsor. Tanah yang gembur karena mudah melalukan air masuk ke dalam penampang tanah akan lebih berpotensi longsor dibandingkan dengan tanah yang padat (massive) seperti tanah bertekstur liat (clay). Hal ini dapat terlihat juga dari kepekaan erosi tanah. Nilai kepekaan erosi tanah (K) menunjukkan mudah tidaknya tanah mengalami erosi, ditentukan oleh berbagai sifat fisik dan kimia tanah. Makin kecil nilai K makin tidak peka suatu tanah terhadap erosi. (Sitorus, 2006).
Kedalaman atau solum, tekstur, dan struktur tanah menentukan besar kecilnya air limpasan permukaaan dan laju penjenuhan oleh air. Pada tanah bersolum dalam ( >90 cm ), struktur gembur, dan penutupan lahan rapat, sebagian besar air hujan terinfiltrasi ke dalam tanah dan hanya sebagian kecil yang menjadi air limpasan permukaan. Sebaliknya, pada tanah bersolum dangkal, struktur padat, dan penutupan lahan kurang rapat, hanya sebagian kecil air hujan yang terinfiltrasi dan sebagian besar menjadi air permukaan. ( Litbang Departemen Pertanian, 2006 ).


2.5.4 Curah Hujan
Karnawati (2003) menyatakan salah satu faktor penyebab terjadinya bencana tanah longsor adalah air hujan. Air hujan yang telah meresap ke dalam tanah lempung pada lereng akan tertahan oleh batuan yang lebih kompak dan lebih kedap air. Derasnya hujan mengakibatkan air yang tertahan semakin meningkatkan debit dan volumenya dan akibatnya air dalam lereng ini semakin menekan butiran-butiran tanah dan mendorong tanah lempung pasiran untuk bergerak longsor. Batuan yang kompak dan kedap air berperan sebagai penahan air dan sekaligus sebagai bidang gelincir longsoran, sedangkan air berperan sebagai penggerak massa tanah yang tergelincir di atas batuan kompak tersebut. Semakin curam kemiringan lereng maka kecepatan penggelinciran juga semakin cepat. Semakin gembur tumpukan tanah lempung maka semakin mudah tanah tersebut meloloskan air dan semakin cepat air meresap ke dalam tanah. Semakin tebal tumpukan tanah, maka juga semakin besar volume massa tanah yang longsor. Tanah yang longsor dengan cara demikian umumnya dapat berubah menjadi aliran lumpur yang pada saat longsor sering menimbulkan suara gemuruh.
Selanjutnya, menurut Suryolelono (2005), pengaruh hujan dapat terjadi di bagian-bagian lereng yang terbuka akibat aktivitas mahluk hidup terutama berkaitan dengan budaya masyarakat saat ini dalam memanfaatkan alam berkaitan dengan pemanfaatan lahan (tata guna lahan), kurang memperhatikan pola-pola yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Penebangan hutan yang seharusnya tidak diperbolehkan tetap saja dilakukan, sehingga lahan-lahan pada kondisi lereng dengan geomorfologi yang sangat miring, menjadi terbuka dan lereng menjadi rawan longsor.

2.5.5 Faktor Geologi
Faktor geologi yang mempengaruhi terjadinya gerakkan tanah adalah struktur geologi, sifat batuan, hilangnya perekat tanah karena proses alami ( pelarutan ), dan gempa. Struktur geologi yang mempengaruhi terjadinya gerakkan tanah adalah kontak batuan dasar dengan pelapukan batuan, retakan/rekahan, perlapisan batuan, dan patahan. Zona patahan merupakan zona lemah yang mengakibatkan kekuatan batuan berkurang sehingga menimbulkan banyak retakan yang memudahkan air meresap ( Surono, 2003).



2.6 Penelitian Sebelumnya
Untuk melihat perbedaan dengan penelitian sebelumnya maka dapat dilihat pada tabel dibawah ini :

Tabel. 3 perbandingan penelitian sebelumnya dengan peneliti
Peneliti
Judul
Tujuan
Metode
Hasil
Peneliti, 2013
Kajian karakteristik longsorlahan di kecamatan ajibarang kabupaten banyumas
Untuk mengetahui karakteristik longsorlahan di kecamatan ajibarang kabupaten banyumas
Survey dan observasi lapangan
Peta karakterisitik longsorlahan kecamatan ajibarang kabupaten banyumas
Suwarno, (2003)


Studi Geomorfologi untuk Estimasi Bahaya dan Resiko Longsorlahan di kecamatan Tanon Kabupaten Sragen Provinsi Jawa Tengah
- mempelajari, mengklasifikasi dan memetakan kondisi geomorfologi sebagai karakteristik medan sebagai faktor pendorong terjadinya longsorlahan di daerah penelitian
-mengetahui agihan tingkat bahaya longsorlahan di daerah penelitian.
-mengetahui resiko ynag diakibatkan oleh longsor lahan didaerah penelitian.

Survey dan observasi lapangan dan analisa laboratorium
Peta geomorfologi peta kerentanan bahaya longsorlahan Peta resiko longsorlahan.

Ahmad Danil effendi (2008)


Identifikasi Kejadian Longsor dan penentuan Faktor-faktor Utama Penyebabnya di Kecamatan Babakan Madang Kabupaten Bogor
Mengetahuai  lokasi sebaran kejadian longsor di daerah penelitian
-Mengidentifikasi penyebab-penyebab terjadinya longsor didaerah penelitian
Survey dan Laboratorium
Peta lokasi sebaran longsor .


2.7 Landasan Teori
Gerakan tanah (tanah longsor) adalah suatu produk dari proses gangguan keseimbangan lereng yang menyebabkan bergeraknya massa tanah dan batuan ke tempat yang lebih rendah. Gaya yang menahan massa tanah di sepanjang lereng tersebut dipengaruhi oleh sifat fisik tanah dan sudut dalam tahanan geser tanah yang bekerja di sepanjang lereng. Perubahan gaya-gaya tersebut ditimbulkan oleh pengaruh perubahan alam maupun tindakan manusia.
Peristiwa tanah longsor menjadi salah satu bencana alam yang sering terjadi di Indonesia. Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya tanah longsor, seperti faktor manusia dan faktor alam. Selain itu ada faktor lain yang mempengaruhi terjadinya tanah longsor, yakni kelerengan, penutupan vegetasi, faktor tanah, curah hujan, dan faktor geologi. Karakteristik longsoran meliputi tipe longsoran, material longsoran, panjang longsoran, lebar longsoran, dan tebal longsoran.


2.8 Kerangka Pikir
Semakin berkembangnya suatu wilayah, maka akan mengakibatkan tidak tersedianya lagi lahan yang layak huni dan aman untuk tempat tinggal. Akibatnya banyak masyarakat yang menempati suatu wilayah yang rawan akan resiko bencana khususnya tanah longsor. Oleh karena itu penelitian ini dilakukuan untuk mengetahui bagaimana karakteristik tanah longsor yang ada di daerah penelitian, sehingga diharapkan dapat memberikan informasi tentang karakteristik tanah longsor kepada pemerintah agar dapat tanggap untuk melakukan pencegahan maupun relokasi masyarakat ke tempat yang lebih aman dari ancaman bencana tanah longsor.
Gambaran sepintas daerah penelitian dari hasil pengamatan saya, bahwa  di lokasi penelitian banyak terdapat titik-titik longsorlahan, dan dari longsoran tersebut banyak terdapat longsoran dengan tipe translasi, longsoran tipe translasi terjadi karena bergeraknya masa tanah dan batuan pada bidang gelincir yang rata maupun menggelombang landai. Di lokasi penelitian material hasil longsoran berupa tanah dan batuan, material tersebut dapat merusak alam dan permukiman penduduk yang berada di sekitar terjadinya bencana longsorlahan. Untuk mempermudah penelitian ini dibuatlah kerangka pikir sebagai berikut.











Kondisi Fisik Alam
Kelerengan

Curah Hujan

Vegetasi

Kondisi Tanah

Geologi

Penggunaaan Lahan Daerah Rawan Longsor

Karakteristik Longsor Lahan Kec Ajibarang

 















Gambar 1. kerangka pikir

2.9 Hipotesis
Dari landasan teori diatas dapat dibuat hipotesis sebagai berikut :
Tipe longsoran di lokasi penelitian kebanyakan bertipe translasi dan rotasi, material longsoran berupa tanah dan batuan, panjang longsoran : 15 m, lebar longsoran : 10 m, tebal longsoran : 3 m.


BAB III.
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
3.1.1 Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilakukan antara bulan Mei sampai Januari 2013

3.1.2 Tempat Penelitian
Tempat penelitian berada di wilayah Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas.
3.2 Populasi Penelitian
Populasi penelitian ini adalah seluruh kejadian longsorlahan yang ada di kecamatan Ajibarang kabupaten Banyumas.
3.3 Sampel Penelitian
Sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik area sampling, dengan tujuan mengambil sampel yang mudah di jangkau dalam bentuklahan yang sama. Mencangkup seluruh sampel penelitian di setiap titik longsor yang dilihat dari peta satuan bentuklahan, sampel yang digunakan dalam penelitian ada 12 titik longsorlahan.
3.4 Jenis Data
Jenis data dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder.
3.4.1 Data Primer
Data yang diperoleh melalui pengamatan langsung dilapangan, data itu berupa : karakteristik longsorlahan di daerah penelitian.
3.4.2 Data Sekunder
Data Sekunder pada penelitian ini adalah data curah hujan di Kecamatan Ajibarang, dan perta satuan bentuk lahan kecamatan Ajibarang.
3.5. Variabel.
Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif kualitatif, sehingga variabelnya yaitu karakteristik longsorlahan yang meliputi tipe longsoran, material longsoran, panjang, tebal, dan lebar longsoran.
3.6. Bahan dan Alat Penelitian
3.6.1 Bahan Penelitian
1. Peta Satuan Bentuklahan
3.6.2 Alat Penelitian
1.      GPS ( Global Positioning System ), GPS dalam penelitian ini digunakan untuk mengetahui titik koordinat dari suatu objek karena objek tersebut belum tersedia data titik koordinatnya sehingga titik objek tersebut dapat di transfer ke dalam peta digital yang akan dibuat.
2.       Palu geologi, digunakan untuk mengidentifikasi batuan dan tekstur tanah.
3.      Abny level, digunakan untuk mengukur kemiringan lereng didaerah penelitian.
4.      Kamera, digunakan untuk membuat dokumentasi di lapangan.
5.      Meteran, digunakan untuk mengukur panjang, tebal, dan lebar longsoran.

3.7. Tahapan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survei lapangan dan analisa laboratorium pembuatan peta, mengetahui tekstur tanah. Survei yang dimaksud adalah melakukan pengamatan dan pengukuran parameter karakteristik medan meliputi, kemiringan lereng, penggunaan lahan, jenis batuan dan struktur tanah. Secara garis besar langkah – langkah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1.      Tahapan Persiapan
Peta satuan bentuklahan diperoleh dari (Suwarno dan Sutomo, 2012) yang digunakan untuk penelitian di Kecamatan Ajibarang.
2.      Tahap pengumpulan data
Data tentang karakteristik longorlahan diperoleh dari observasi lapangan pada lokasi penelitian.
3.      Tahap analisa data
Karakteristik longsorlahan di Kecamatan Ajibarang.
3.8  Cara Pengumpulan Data
Pengumpulan data adalah semua bentuk penerimaan data yang dilakukan dengan cara merekam kejadian, menghitungnya, mengukurnya, dan mencatatnya (Kerlinger dalam S. Arikunto, 1997). Pada penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan cara.


3.8.1        Data Primer
3.8.1.1  Data karakteristik longsor lahan meliputi ( tipe longsoran, material longsoran, panjang longsoran, lebar longsoran, dan tebal longsoran )
1.      Observasi dilapangan yang didasarkan pada peta satuan bentuklahan yang digunakan untuk memprediksi adanya tanah longsor.
2.      Menggunakan GPS untuk mengetahui titik koordinat longsorlahan.
3.      Kemudian mengamati tanah longsor dilokasi penelitian untuk mengetahui karakteristik longsorlahan.
4.      Mengidentifikasi karakteristik longsorlahan seperti tipe longsoran, material longsoran, panjang longsoran, lebar longsoran, tebal longsoran.
3.8.2        Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini adalah peta satuan bentuklahan yang di dapat dari (Suwarno dan Sutomo,2012) di Kecamatan Ajibarang dan data curah hujan.

3.9   Analisa Data
Dalam penelitian ini menggunakan analisa deskriptif kualitatif yang menggunakan tabel frekuensi, dengan tujuan untuk pembuktian uji hipotesis yang dibuat oleh peneliti. Kemudian hasil pengukuran karakteristik longsorlahan dimasukkan kedalam tabel.

Tabel. 4 pengukuran karakteristik longsorlahan
Koordinat
Satuan bentuklahan
Lokasi
Karakterisitik Longsorlahan
Kelerengan
( Slope )
Tipe
Material
Panjang
Tebal
Lebar


























































DAFTAR PUSTAKA
Darsoatmojo, A. Dan Soedrajat, G. M. 2002. Bencana Tanah Longsor Tahun 2001.Year Book Mitigasi Bencana Tahun 2001.
[DVMBG] Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi 2005.
 Manajemen Bencana Tanah Longsor.
Karnawati, D. 2001. Bencana Alam Gerakkan Tanah Indonesia Tahun 2000
(Evaluasi dan Rekomendasi). Jurusan Teknik Geologi. Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Karnawati, D. 2003. Himbauan Untuk Antisipasi Longsoran Susulan. Tim Longsoran Teknik Geologi UGM Yogyakarta. Tidak Diterbitkan.
Litbang Departemen Pertanian. 2006. Pedoman Umum Budidaya Pertanian di Lahan Pegunungan. http://www.litbang.deptan.go.id/regulasi/one/12/file/BAB-II.pdf  [13 Juli 2007]
Naryanto, N.S. 2002. Evaluasi dan Mitigasi Bencana Tanah Longsor di Pulau Jawa Tahun 2001. BPPT. Jakarta.
Sangadji, Ismail. 2003. Formasi Geologi, Penggunaan Lahan, dan Pola Sebaran Aktivitas Penduduk di Jabodetabek, Skripsi. Departemen Tanah Fakultas Pertanian IPB.
Sitorus, Santun R. P. 2006. Pengembangan Lahan Berpenutupan Tetap Sebagai Kontrol Terhadap Faktor Resiko Erosi dan Bencana Longsor. Direktorat Jenderal Penataan Ruang Departemen Pekerjaan Umum. Jakarta.
Subowo, E. 2003. Pengenalan Gerakkan Tanah. Bandung : Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral.
Suripin. 2002. Pelestarian Sumberdaya Tanah dan Air. Yoyakarta : Andi.
Surono. 2003. Potensi Bencana Geologi di Kabupaten Garut. Prosiding Semiloka Mitigasi Bencana Longsor di Kabupaten Garut. Pemerintah Kabupaten Garut.
Suryolelono, K. B. 2005. Bencana Alam Tanah Longsor Perspektif Ilmu Geoteknik. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Fakultas Teknik UGM. UGM Press.
[UNDP] United Nation Development Program. 1992. Introduction Hazard. Pustaka Belajar dan Oxfam B. G. Penerjemah ; Paripurno ET, editor.






Komentar

Postingan populer dari blog ini

SURVEI GEOMORFOLOGI

CONTOH MAKALAH GEOGRAFI LINGKUNGAN ( SUMBER DAYA ALAM )