SURVEI GEOMORFOLOGI


SURVEI GEOMORFOLOGI

3.1. Pendahuluan.
        Studi geomorfologi merupakan studi yang menitik beratkan pada bentuklahan penyusun konfigurasi permukaan bumi. Konfigurasi permukaan bumi merupakan pencerminan interaksi proses endogen dan eksogen. Konfigurasi permukaan bumi yang dibentuk oleh proses-proses endogen merupakan unit geomorfologi yang bersifat kontruksifyang dipengaruhi oleh faktor-faktor geologi dan topografi. Unit geomorfologi tersebut dapat dirinci menjadi unit-unit bentanglahan. Unit bentanglahan dapat dirinci menjadi unit bentuklahan dan unit bentuklahan dirinci manjadi unit medan dan atau unit lahan.
        Bentanglahan merupakan suatu wilayah yang mempunyai karakteristik tertentu, dalam hal ini: bentuklahan, tanah, vegetasi, dan pengaruh manusia (Vink, 1983). Bentanglahan mencakup bentukan alami dan non alami, atau budaya. Bentuklahan merupakan bagian dari permukaan bumi yang mempunyai bentuk khas sebagai akibat dari proses dan struktur batuan selama periode tertentu. Oleh karena itu keberadaannya ditentukan oleh faktor: topografi, struktur/batuan dan proses eksogenik, sehingga termasuk bentukan hasil proses destruktif. Bentuklahan merupakan salah satu sumber data yang dapat digunakan untuk mengkaji potensi wilayah, khususnya terhadap sumberdaya alami.
         Informasi geomorfologis tersebut  merupakan salah satu sumber data yang dapat digunakan untuk mengkaji potensi sumberdaya lahan, baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif, yang dicerminkan oleh kemampuan lahan sesuai dengan peruntukannya.

3.2. Data Geomorfologi.
       Dalam geomorfologi dikenal tiga pendekatan, yaitu: pendekatan analitik, sintetik dan pendekatan parametrik. Adapun data yang dikumpulkan pada penelitian geomorfologis meliputi data yang berkaitan dengan unsur medan dan lahan  sebagai berikut:
    1. Relief, meliputi: topografi ( lereng, tinggi absolut, hadap lereng), morfologi (kemiringan lereng, panjang lereng, bentuk lereng dan bentuk lembah), aspek relief yang lain (unit relief, kepadatan aliran dan pola aliran sungai).
    2. Jenis batuan, meliputi: batuan beku, batuan sedimen, batuan ubah, material lepas/endapan permukaan, gambut, padas curi dan kedalaman pelapukan.
    3. Karakteristik tanah, meliputi: kedalaman efektif, kandungan humus, tekstur dan struktur, permukaan berkerikil, singkapan batuan dan drainase (permukaan/dakhil).
    4. Proses geomorfologi, meliputi; 1. tipe gradasi, pelarutan karst (tipe karst, luas efektif), banjir (tipe banjir, tenaga banjir, frekuensi banjir, lama genangan, kadalaman genangan dan luas efektif daerah genangan), gerak massa batuan (klasifikasi zone gerak massa batuan, tingkat gerak massa batuan, tingkat aktivitas gerak massa batuan dan luas daerah efektif), air permukaan dan airtanah (kedalaman permukan, kuantitas air permukaan, airtanah meliputi kedalaman, fluktuasi dan kualitas airtanah), vegetasi alami, dan budidaya atau penggunaan lahan (tipe penutup vegetasi, kepadatan penutup vegetasi, periode penetup vegetasi, lama penutupan vegetasi total dan , usaha konservasi). 2. tipe agradasi merupakan proses geomorfologi yang cenderung menaikkan permukan bumi menuju ke level umum (common base level) termasuk semua akumulasi sedimen  baik yang disebabkan oleh tenaga air, angin, es, maupun gelombang/arus.

3.3. Cara Mendapatkan Data.
       Tahapan awal pekerjaan survei lapangan geomorfologi adalah pengumpulan data geomorfologis dan hal-hal yang perlu diperhatikan adalah: tujuan penelitian dan pendekatan survei, kerangka teori, kerangka pemikiran, kriteria faktor atau variabel yang akan dikumpulkannya. Adapun sumber data, cara mendapatkan data adalah sebagai berikut:

a. Peta topografi.
         Pada peta topografi didapatkan informasi parameter geomorfologis secara langsung, antara lain: morfometri, relief, morfografi, kesan topografi yang dicerminkan oleh pola dan kerapatan  kontur. Morfometri yang dapat disadap dari peta topografi antara lain: kemiringan, panjang dan bentuk lereng, relief lokal dan dan regional, kesan topografi, bentuk lembah, kerapatan aliran, serta bentuk daerah aliran sungai. Secara tidak langsung data geomorfologis dapat juga disadap dari peta topografi, antara lain: struktur batuan, proses geomorfologi, jenis batuan atau litologi, yang semuanya mendasarkan pada pola dan bentuk kontur.
b. Foto udara dan citra non foto.
        Data geomorfologis dapat juga disadap dari foto uadara dan citra non foto dengan cara interpretasi, baik menggunakan alat stereoskop untuk citra yang bertampalan, atau secara visual untuk citra yang tidak bertampalan. Karakteristik citra foto maupun non foto yang sangat membantu dalam interpretasi antara lain: rona, pola, tekstur, situs, dan bayangan. Menurut Verstappen, 1977, dalam identifikasi dan klasifikasi bentuklahan ada tiga kriteria yang harus diperhatikan dalam interpretasi foto udara, yaitu:
  1. Kriteria bentuk atau relief, yaitu berkaitan dengan kenampakan baik secara vertikal maupun horisontal. Kriteria ini merupakan hal yang utama dalam interpretasi geomorfologi. Citra yang stereoskopis dapat menyajikan aspek bentuk lebih jelas, kesan bayangan memperjelas bentuk pada citra non stereoskopis.
  2. Kriteria densiti, merupakan gradasi rona  dalam fotografi, dan ini memegang peranan penting kedua. Tekstur suatu kenampakan pada foto udara merupakan salah satu contoh pencerminan dari karakteristik densiti. Perbedaan daerah spektrum yang digunakan akan dapat mengakibatkan beda rona pada citra. Sistem dari citra yang digunakan perlu tetap diperhatikan dalam interpretasi  karena sistem akan mempengaruhi densiti. Demikian pula perbedaan obyek dapat menimbulkan beda rona pada citera.
  3. Kriteria lokasi, menunjukkan situasi bentang lahan ekologis, bentuklahan yang memegang peranan penting dalam interpretasi dan identifikasinya, karena situasi suatu kenampakan di dalam suatu struktur atau pola dapat digunakan sebagai kunci interpretasi.
    
           Verstappen, 1977, mengemukakan bahwa analisis sistematis untuk identifikasi bentuklahan dapat didekati dengan tiga pendekatan, yaitu:
1. Pendekatan pola (Pattren approach).
        Cara ini mirip dengan survei sistem lahan yakni daerah penelitian dipilahkan kedalam satuan-satuan bentanglahan utama, baru masing-masing dipecah menjadi satuan yang lebih rinci. Pola sebagai dasar pemilihan  biasanya berupa pola dari: bentuk, jaring-jaring pengaliran, kenampakan erosi, dan vegetasi alam dan bentang budaya. Cara semacam ini sering disebut juga landscape analysis dimana satuan bentanglahan yang dihasilkan kurang lebih sama dengan satuan bentuklahan, akan tetapi tidaklah selalu tepat.
2. Pendekatan geomorfologis atau Fisiografis.
         Dalam pendekatan ini lahan dibedakan menjadi satuan-satuan geomorfologis berdasarkan pertimbangan asal mula terbentuknya (genesis). Hal ini mengingat bahwa gnesis dari berbagai fenomena di permukaan bumi menunjukkan sifat yang terkandung dan potensi ekonomi. Akan tetapi cara pendekatan ini hanya dapat dilakukan sempurna bagi interpreter yang berpengetahuan geomorfologis cukup banyak. Cara ini lebih baik digunakan untukmaksud terapan seperti misalnya untuk pendekatan di dalam survei geologi, tanah, hidrologi dan sebagainya.
3. Pendekatan Unsur atau Parameter.
         Pendekatan ini mendasarkan pada ketiga kriteria tersebut di depan masing-masing secara terpisah, sehingga dapat menghasilkan satuan-satuan geomorfologi yang lebih tepat dan rinci. Cara pendekatan ini lebih baik untuk komputerisasi dan analisis bentuklahan dan medan dengan komputer.
c. Peta Geologi.
         Data geomorfologi yang dapat disadap dari peta geologi antara lain: jenis, macam, dan umur batuan, serta struktur geologi. Jenis batuan mencakup batuan beku, sedimen, dan batuan ubah, sedang masing-masing batuan terdiri atas berbagai macam batuan. Umur batuan dapat diperoleh dari peta geologi, yakni: umur geologi dalam: periode, era dan umur. Struktur geologi tercermin pada peta geologi dari simbol garis, antara lain: arah jurus, kemiringan perlapisan batuan, sumbu antiklinal dan sinklinal, garis sesar gawir, serta macam btuan tertentu yang sering dapat mencerminkan atau memberikan informasi struktur geologi, misalnya ketidakselarasan atau unconformity, yang terjadi dari berbagai macam batuan yang kontak satu sama lain.
d. Kerja Lapangan.
         Kerja lapangan dilakukan untuk mendapatkan data hasil pengukuran parameter geomorfologis secara langsung. Kerja lapangan dilakukan untuk mendapatkan data primer yang tidak dapat disadap dari peta atau citra penginderaan jauh. Untuk mendapatkan data tersebut dilakukan pengukuran lapangan dengan menggunakan berbagai alat suevei lapangan berupa: bor tanah, sekop, pita ukur, kompas  geologi, abney level, hand level, palu, cangkul, kaca pembesar, dan alat ukur lainnya sesuai dengan kebutuhan.

3.4. Analisis Data Geomorfologi.
         Analisis data geomorfologi dapat dituangkan dalam bentuk peta geomorfologi, kemudian dilakukan pemerian pada setiap satuan bentuklahan. Analisis kuantitatif dapat juga dilakukan dengan cara mentabelkan data geomorfologi tersebut, selanjutnya dilakukan klasifikasi, agar didapatkan bentuklahan yang sederhana, atas dasar: kesamaan perwatakan dari: struktur/batuan, proses geomorfologi, dan kesan topografi. Selanjutnya data pada setiap satuan bentuklahan dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut dalam evaluasi sumberdaya lahan, baik secara manual maupun menggunakan sistem informasi geografi. Dalam analisa data yang telah diproses harus memperhatikan: macam, banyak, sebaran, dan validitas data. Adakalanya data valid untuk tujuan tertentu, namun tidak valid untuk tujuan yang lain.  

3.5. Pendekatan Survei Geomorfologi.
          Adan tiga pendekatan dalam survei geomorfologi, yaitu pendekatan analitis, sintesis, dan pendekatan parametris, pendekatan analitis menyajikan satuan pemetaan dan informasi geomorfologis yang meliputi aspek utama, yaitu: morfometri, morfografi, morfogenesa (morfostruktur dan morfodinamik), morfokronologis, dan material di tempat bentuklahan terbentuk. Di dalam pemetaan geomorfologi perhatian terhadap sebaran keruangan dan temporan adalah sangat penting, terutama dalam kaitannya dengan aspek proses yang bersifat statis maupun dinamis.
           Pendekatan sintetis atau holistik merupakan penelitian yang melibatkan berbagai disiplin ilmu, atau disebut pula sebagai multi disiplin, yang menyajikan informasi medan dalam konteks lingkungan dan hubungannya dengan ekologi bentanglahan. Pendekatan sentetis ini melibatkan berbagai parameter  lingkungan, antara lain: geologi, tanah, hidrologi, sedimen, air permukaan, airtanah, vegetasi alami, dan budidaya, serta iklim. Dengan pendekatan ini maka diperoleh  empat tingkat klasifikasi medan atas dasar urutannya yaitu: komponen terain, unit terain, sistem terain, dan provinsi terain.
           Pendekatan pragmatis atau parameter dimaksudkan pendekatan survei geomorfologi terapan dengan memanfaatkan hasil survei analitik (peta geomorfologi) dan/atau survei sintetik (peta medan dan lahan). Apabila seseorang ingin membuat peta lereng suatu daerah cukup hanya menggunakan hasil survei analitis, yakni pada aspek morfologi.  Hal ini kemiringan lereng tidak memerlukan data bantu lain kecuali morfologi/morfometri suatu daerah. Lain halnya apabila kita ingin mengadakan survei geomorfologi untuk pemetaan kerentanan banjir, maka beberapa data sintetik kita perlukanseperti material endapan (sedimen, kelembaban tanah, fluktuasi muka airtanah, kedalaman muka airtanah, vegetasi penutup (alami maupun budaya), iklim, topografi dan lainnya. Oleh karena itu penelitian kerentanan banjir akan tepat kalau menggunakan hasil suevei sintetis karena parameter yang diperlukan dapat terpenuhi pada peta hasil pendektan sintetis (peta medan/lahan) tersebut.

3.6. Tahapan Suevei Geomorfologi.
Tahap  1. Pengumpulan data.
         Di dalam pengumpulan data geomorfologi harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
- Ingat             : tujuan dan hampiran survei.
- Buat              : diagram alir yang sesuai dengan, kerangka teori dan pemikiran.
- Pilihlah          : data yang tepat dala, kategori faktor/unsur dan variabel.
- Pikirkan         : bagaimana data dapat diperoleh dan diukur.
- Catatan         : nalisis laboratorium termasuk dalam tahap ini.
Tahap  2. Pemrosesan data.
         Di dalam pemrosesan data yang telah dikumpulkan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
-          menyusun tabel data,
-          tabel analisis,
-          kerja laboratorium,
-          pengelompokan dan pengorganisasian data,
-          komputrisasi data.
Tahap  3. Analisa data.
         Di dalam analisa data kita harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
- ingat akan macam, banyak, penyebaran dan validitas data
- analisis dapat dilakukan secara:
-          tabulasi,
-          kualitatif,
-          kuantitatif / numerik,
-          statistik,
-          komputerisasi
- Pilihlah teknik analisis yang sesuai dengan data yang tersedia.
Tahap  4. Klasifikasi data
        Klasifikasi adalah tindakan menggolong-golongkan atau mengelompokkan  sesuatu atas dasar kriteria/katagori tertentu. Klasifikasi bentuklahan dimaksudkan untuk mengelompokan bentanglahan yang kompleks menjadi bentuklahan-bentuklahan yang sederhana berdasarkan kesamaan karakteristik sifat dan perwatakan, sehingga akan mempermudah dalam penelitian geomorfologis. Adapun kesamaan sifat dan perwatakan tersebut adalah:
  1. Struktur geologis/geomorfologis, dari sifat ini dapat dimengerti tentang asal mula pembentukan bentuklahan.
  2. Proses  geomorfologis yakni sebagai informasi  bagaimana bentuklahan terbentuk.
  3. Kesan topografi, yakni konfigurasi permukaan bumi yang dapat menyatakan apakah dataran, perbukitan atau pengunungan.
  4. Ekspresi topografi, seperti halnya pernyataan tentang  kemiringan lereng, bentuk lereng, panjang lereng maupun hadap ke matahari.                 
         Dengan memperhatikan ke empat  persamaan sifat dan perwatakan yang ada dalam bentuklahan tersebut maka bentuklahan  dapat diklasifikasikan menjadi beberapa, adapun para ahli mengelompokan bentuklahan berdasarkan  beberapa hal lihat tabel berikut ini:
Nama Pencetus Klsifikasi
Dasar Klasifikasi yang Diterapkan
Dana, 1883
Davis, MH, 1884
Powel, JW, 1895

Davis, WM, 1899-1900

Johnson, DW, 1904
Herbertson, DW, 1911



Lobeck, AK, 1930
Dessaunets, 1977
Verstappen, HTh, 1985
Topografi yang mengarah untuk deskripsi fisiografi.
Struktur dan tingkat erosi.
Genesis, yang terdiri atas: volkanisme, diastropisme, gradasi.
Genesis terdiri atas:  struktur horisontal, struktur terganggu.
Genesis yang terdiri atas: kontruksional, destruksional.
Penutup permukaan,
Struktur,
Bentuk permukan,
Genesis.
Struktur geomorfologi, proses geomorfologi.
Sistem pembentukan lahan, proses dan topografi.
Asal mula terbentuknya bentuklahan,
Kaitan antara struktur dengan proses secara bersamaan. Pada setiap bentuklahan diusahakan dapat memberikan keterangan tentang: morfometri, morfografi, morfogenesa, dan morfokronologi.

3.7. Satuan Bentuklahan.
        Dalam uraian ini klasifikasi bentuklahan didasarkan pada klasifikasi yang mendasarkan pada: genesa, proses, dan batuan, seperti dikemukakan oleh Verstappen, 1985. Bentuklahan  tersebut  dibedakan menjadi 9 satuan bentuklahan berdasarkan genesisnya:
  1. Bentuklahan bentukan asal volkanis,
  2. Bentuklahan bentukan asal struktural,
  3. Bentuklahan bentukan asal proses denudasional,
  4. Bentuklahan  bentukan asal proses fluvial,
  5. Bentuklahan bentukan asal proses marine,
  6. Bentuklahan asal proses angin,
  7. Bentuklahan bentukan asal proses pelarutan,
  8. Bentuklahan bentukan asal proses glasial,
  9. Bentuklahan bentukan asal aktivitas organisme.
       Dengan mendasarkan pada genesa maka seluruh wilayah  yang dipetakan akan dapat tertutup oleh unit-unit bentuklahan. Lain halnya apabila dasar pemetaan menggunakan variabel yang lain (misal: batuan) maka apabila tidak dapat mengetahui nama dan jenis batuan di suatu kawasan maka daerah tersebut akan kosong (blank) dengan unit yang tanpa nama, padahal bendanya ada hanya tidak tahu namanya. Oleh karena itu terlihat kefleksibilitasan sistem pemetaan yang mendasarkan pada genesa bentuklahan. Berikut ini diberikan contoh beberapa bentuklahan tersebut atas dasar genesisnya.
1. Bentuklahan Bentukan Asal Volkanis.
Gambar 3.1: Bentuklahan Bentukan Asal Volkanis.

2. Bentuklahan Bentukan Asal Struktural.
         Bentuklahan ini ditentukan oleh tenaga endogen yang menghasilkan struktur lipatan, dan patahan, serta perkembangannya. Bentuklahan dicirikan oleh adanya perlapisan batuan yang menpunyai perbedaan ketahanan terhdap erosi. Akibat adanya tenaga endogen tersebut maka terjadi deformasi sikap perlapisan batuan yang semula horisontal menjadi miring atau bahkan tegak membentuk lipatan. Penentuan nama suatu bentuklahan struktural pada dasarnya didasarkan pada sikap perlapisan batuan (dip dan strike).
         Disamping itu tenaga penyebab terjadinya bentuklahan struktural ini dapat berupa tekanan dari lapisan diatasnya yang tebal ke arah vertikal (bawah) sehingga massa sedimen yang lemah dan lunak di bawahnya tertekan. Apabila terdapat adanya bagian lapisan yang lemah akan terjadi penggelombangan ke arah atas karena terdesak oleh tekanan yang ada di sekitarnya. Kenampakan seperti ini sering disebut dengan pseudo volkanisme atau diapir. Gambar 3.2. berikut ini merupakan contoh bentuklahan asal struktural.

Gambar  3.2: Strukrur Batuan  Sedimen Dengan bentuklahannya.

3. Bentuklahan Bentukan Asal Proses Denudasional.
          Proses denudasional dimaksudkan besarnya material permukaan bumi yang terlepas dan terangkut oleh berbagai tenaga geomorfologi persatuan luas dalam waktu tertentu. Proses-proses tersebut dapat dapat berupa erosi dan gerak massa batuan. Dengan demikian maka daerah yang ditinggalkan oleh material tersebut maupun daerah hasil deposisi material akibat grafitasi dikenal sebagai penomena permukaan bumi yang terdenudasi, dan bentuklahannya dikelompokan ke dalam bentukan asal proses denudasional.
        Oleh karena itu pada umumnya bentuklahan ini terdapat pada daerah dengan topografi berbukit atau bergunung yang berbatuan lunak (akibat proses pelapukan) dan beriklim basah, sehingga bentuk strukturnya tidak nampak lagi karena adanya gerak massa batuan. Pembagian bentuklahan denudasional dapat dilakukan lebih rinci dengan mempertimbangkan: batuan, proses gerak massa yang terjadi dan morfometri.
          Bentuklahan denudasional secara genesisnya terjadi akibat proses denudasi yang dicirikan oleh adanya gerak massa batuan yaitu proses bergeraknya puing-puing batuan (termasuk di dalamnya tanah) secara besar-besaran menuruni lereng secara lambat hingga cepat oleh pengaruh langsung grafitasi. Gambar 3.3. dan 3.4. berikut contoh bentuklahan asal denudasional.
Gambar 3.3: Bentuklahan asal denudasional.
Gambar 3.4: Monadnock dari Stone Mountain (Starhler, 1968) .
Gambar 3.5: Kerucut Talus atau Kipas Koluvial.
4. Bentuklahan Asal Proses Fluvial.
          Pada saat sungai banjir, maka hydraulic action dapat melepas dan mengangkut  material sedimen dalam jumlah yang sangat besar. Tidak hanya  dari dasar sungai saja, akan tetapi ia juga menggerus material yang ada di tebing  tanggul sungai. Akibatnya maka tanggul sungai mengalami kerusakan akibat terjadinya nendatan (slumping). Proses demikian inilah yang disebut dengan bank caving. Hal ini dapat menyebabkan alur sungai bergeser ke arah kiri-kanan atau menjadikan sungai mengalami meandering. Bentuklahan bentukan asal proses fluvial  ini terutama berhubungan dengan daerah penimbunan atau sedimentasi, misalnya pada lembah sungai dan dataran  aluvial, dengan tenaga geomorfologis yang utama adalah air.  Gambar  berikut merupakan contoh bentuklahan bentukan asal proses fluvial.
Gambar 3.6: Kipas Aluvial                                      Gambar 3.7 : Crevasse splays
Gambar 3.8: Berbagai Bentuklahan Fluvial                  Gambar 3.9: Teras Sungai 

5. Bentuklahan Asal Proses Marine.
        Bentuklahan asal proses marin dimaksudkan  bentuklahan yang diakibatkan oleh adanya kegiatan gelombang dan arus laut yang membawa material sedimen laut dan diendapkan pada suatu mintakat yang dipengaruhi oleh gelombang dan arus tersebut. Perbedaan utama kenampakan bentuklahan ini antara lain pada suatu kondisi apakah pantai berbatu, pantai penggalang, pantai berpasir, pantai berlumpur atau laguna. Pada mintakat delta, bentukan asal proses marin berhubungan  erat dengan  bentukan asal proses fluvial. Pulau karang merupakan bagian dari proses marine, tetapi dalam berbagai hal macam pertimbangan dapat dimasukkan kedalam bentuklahan asal kegiatan organisme. Gambar berikut contoh bentuklahan asal bentukan proses marin.
           Arcute                                                                         Bird foot
Gambar 3.10: Bentuklahan asal bentukan  proses marin.
        Berbagai persyaratan untuk dapat terbentuknya delta adalah sebagai berikut:
  1. Debit sungai besar,
  2. Muatan sedimen sungai tinggi,
  3. Lereng pantai landai,
  4. Arus dan gelombang laut rendah,
  5. Laut tepi pantai dangkal,
  6. Pasang dan surut kecil.

6. Bentuklahan asal proses angin.
         Seperti tenaga air, tenaga angin mempunyai dua aspek yaitu, sebagai tenaga erosif dan selanjutnya material yang terrerosi akan diangkut dan diendapkan di tempat lain. Pembentukan bentuklahan asal proses angin ini tergantung dari batuan, iklim dan topografi daerah pengendapan. Jika batuan sudah lapuk dengan tenaga angin cukup kuat maka butiran batuan tersebut akan mudah terangkut. Daerah pengendapan yang rata akan membentuk topografi yang khas dibanding dengan topografi berbukit.
         Gerakan udara atau angin yang melewati suatu daerah tertentu akan membentuk bentuklahan yang spesifik. Beberepa faktor yang mendukung terbentuknya bentuklahan bentukan asal angin yaitu:
  1. Tersedianya material berukuran pasir halus hingga debu dalam jumlah yang banyak.
  2. Terdapat periode kering yang panjang disertsi angin yang mampu mengangkut dan mengendapkan bahan-bahan tersebut.
  3. Gerakan angin tidak terhalang oleh vegetasi.
Berbagai contoh bentuklahan asal proses angin antara lain:
  1. Gumukpasir dengan berbagai macam bentuk, misalnya: gumukpasir sabit, sisir, parabola, dan gumukpasir sejajar.
  2. Hamparan pasir.
  3. Cecungan daerah pasir, lihat gambar berikut ini.
Gambar 3.11: Bentuklahan bentukan asal proses angin.
Gambar 3.12: Bentuklahan bentuka asal proses angin.


7. Bentuklahan asal proses pelarutan.
           Bentuklahan asal proses pelarutan atau sering disebut sebagai daerah karst dapat terjadi jika:
  1. terdapat batuan yang mudah larut (batugamping),
  2. batugamping dengan kemurnian tinggi,
  3. mempunyai lapisan  batuan yang tebal,
  4. terdapat banyak diaklas (retakan),
  5. pada daerah tropis basah, dan
  6. vegetasi penutup yang lebat.
         Pada kondisi demikian batugamping akan mudah mengalami proses pelarutan yang akhirnya membentuk topografi karst. Adapun kenampakan topografi karst ini sangat spesifik dapat dilihat dari pola kontur pada peta topografi  berikut ini.
Gambar 3.13: Peta topogari daerah karst.     
Gambar 3.14: Bentuklahan bentukan asal proses pelarutan

8. Bentuklahan asal proses glasial.
         Pembentukan bentuklahan bentukan asal proses glasial adalah disebabkan oleh adanya pencairan es/salju yang pada umumnya terdapat di daerah lintang tinggi maupun tempat-tempat yang mempunyai elevasi tinggi dari permukaan laut. Bentuklahan bentukan asal proses glasial dibedakan menjadi dua yaitu bentukan erosional dan bentukan deposisional. Beberapa contoh bentuklahan asal glasial antara lain: medan salju, drumline, cirque, akumulasi rombakan, horn, lembah menggantung, moraine, lembah fluvio glasial, dataran fluvio glasial dan pinggos. Gambar 3.15. merupakan kenampakan bentuklahan asal glasial.
Gambar 3.15: Bentuklahan asal proses glasial.

9. Bentuklahan bentukan asal kegiatan biologis.
          Menurut Verstappen (1977), bentuklahan organik bukan hanya terumbu karang saja, akan tetapi termasuk pesisir bakau (mangrove coast) dan rancan gambut (peat bog). Terumbu karang dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan utama yaitu terumbu paparan dan terumbu samudra. Kedua terumbu tersebut pertumbuhannya diawali dari pertumbuhan koloni embrionik. Berikut ini klasifikasi terumbu karang.
I. Terumbu Paparan:
Koloni – embrionik.
1. Terumbu Pelataran.
  1. terumbu pelataran guba.
  2. Terumbu pelataran memanjang.
  3. Terumbu terresorbsi.
2. Terumbu sumbat.
3. Terumbu dinding.
  1. terumbu taring ( terumbu cincin terbuka, terumbu cincin tertutup)
  2. terumbu garpu (terumbu jala terbuka, terumbu jala tertutup)
  3. terumbu apron campuran.

II. Terumbu Samudra.
  1. Koloni Ambrionik.
  2. Terumbu Pinggiran.
  3. Terumbu Penggalang.
  4. Atol.
    1. Atol samudra
    2. Atol majemuk.
    3.  Atol paparan.
    1. Atol  bentuk ladam,
    2. Atol bentuk kuku kuda,
    3. Atol bentuk oval kecil,
    4. Semi atol besar.
    5. Atol lengkap.
    6. Pelataran terumnu besar. Lihat gambar 3.16 dan 3.17.
Gambar 3.16: Klasifikasi terumbu karang  ( Maxwell, 1968).
Gambar 3.17: Macam-macam atol paparan berdasarkan evolusinya.




DAFTAR PUSTAKA


Dosser, Va., 1984. Geomorfologi Lecture Note of ITC Course. The Netherlands.
Fairbridge, R.W., 1975. The Encyclopedia of Geomorphology. Reinhold Book Cooperation. London.
Lobeck, A.K., 1949. Introduction to Geomorphology. MacGraw  Hill., London.
Strahler, A.N., 1968. Physical Geography. John Willey and Sons. New York.
Strahler, A.N. and Strahler A.N., 1983. Element of Physical Geography., John Willey and Sons. New  York.
Thronbury, W.D., 1949. Geomorphology. MacGraw Hill. London.
Verstappen, H.Th. and Zuidam, R.A.Van., 1975. ITC System of Geomorphological Survey. ITC Texbook of Photo Interpretation.
Verstappen, H.Th., 1983. Applied Geomorphology. Geomorphological Survey for Environment. Elsevier. Amsterdam.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

CONTOH PROPOSAL SKRIPSI Karakteristik Longsorlahan Di Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas”.

CONTOH MAKALAH GEOGRAFI LINGKUNGAN ( SUMBER DAYA ALAM )