SURVEI GEOMORFOLOGI
SURVEI
GEOMORFOLOGI
3.1.
Pendahuluan.
Studi geomorfologi merupakan studi yang
menitik beratkan pada bentuklahan penyusun konfigurasi permukaan bumi.
Konfigurasi permukaan bumi merupakan pencerminan interaksi proses endogen dan
eksogen. Konfigurasi permukaan bumi yang dibentuk oleh proses-proses endogen
merupakan unit geomorfologi yang bersifat kontruksifyang dipengaruhi oleh
faktor-faktor geologi dan topografi. Unit geomorfologi tersebut dapat dirinci
menjadi unit-unit bentanglahan. Unit bentanglahan dapat dirinci menjadi unit
bentuklahan dan unit bentuklahan dirinci manjadi unit medan dan atau unit
lahan.
Bentanglahan merupakan suatu wilayah
yang mempunyai karakteristik tertentu, dalam hal ini: bentuklahan, tanah,
vegetasi, dan pengaruh manusia (Vink, 1983). Bentanglahan mencakup bentukan
alami dan non alami, atau budaya. Bentuklahan merupakan bagian dari permukaan
bumi yang mempunyai bentuk khas sebagai akibat dari proses dan struktur batuan
selama periode tertentu. Oleh karena itu keberadaannya ditentukan oleh faktor:
topografi, struktur/batuan dan proses eksogenik, sehingga termasuk bentukan
hasil proses destruktif. Bentuklahan merupakan salah satu sumber data yang
dapat digunakan untuk mengkaji potensi wilayah, khususnya terhadap sumberdaya
alami.
Informasi geomorfologis tersebut merupakan salah satu sumber data yang dapat
digunakan untuk mengkaji potensi sumberdaya lahan, baik yang bersifat
kuantitatif maupun kualitatif, yang dicerminkan oleh kemampuan lahan sesuai
dengan peruntukannya.
3.2. Data
Geomorfologi.
Dalam geomorfologi dikenal tiga
pendekatan, yaitu: pendekatan analitik, sintetik dan pendekatan parametrik.
Adapun data yang dikumpulkan pada penelitian geomorfologis meliputi data yang
berkaitan dengan unsur medan dan lahan
sebagai berikut:
- Relief, meliputi: topografi ( lereng, tinggi
absolut, hadap lereng), morfologi (kemiringan lereng, panjang lereng,
bentuk lereng dan bentuk lembah), aspek relief yang lain (unit relief,
kepadatan aliran dan pola aliran sungai).
- Jenis batuan, meliputi: batuan beku, batuan
sedimen, batuan ubah, material lepas/endapan permukaan, gambut, padas
curi dan kedalaman pelapukan.
- Karakteristik tanah, meliputi: kedalaman efektif,
kandungan humus, tekstur dan struktur, permukaan berkerikil, singkapan
batuan dan drainase (permukaan/dakhil).
- Proses geomorfologi, meliputi; 1. tipe gradasi,
pelarutan karst (tipe karst, luas efektif), banjir (tipe banjir, tenaga
banjir, frekuensi banjir, lama genangan, kadalaman genangan dan luas
efektif daerah genangan), gerak massa batuan (klasifikasi zone gerak
massa batuan, tingkat gerak massa batuan, tingkat aktivitas gerak massa
batuan dan luas daerah efektif), air permukaan dan airtanah (kedalaman
permukan, kuantitas air permukaan, airtanah meliputi kedalaman, fluktuasi
dan kualitas airtanah), vegetasi alami, dan budidaya atau penggunaan
lahan (tipe penutup vegetasi, kepadatan penutup vegetasi, periode penetup
vegetasi, lama penutupan vegetasi total dan , usaha konservasi). 2. tipe
agradasi merupakan proses geomorfologi yang cenderung menaikkan permukan
bumi menuju ke level umum (common base level) termasuk semua akumulasi
sedimen baik yang disebabkan oleh
tenaga air, angin, es, maupun gelombang/arus.
3.3. Cara
Mendapatkan Data.
Tahapan awal pekerjaan survei lapangan
geomorfologi adalah pengumpulan data geomorfologis dan hal-hal yang perlu
diperhatikan adalah: tujuan penelitian dan pendekatan survei, kerangka teori,
kerangka pemikiran, kriteria faktor atau variabel yang akan dikumpulkannya.
Adapun sumber data, cara mendapatkan data adalah sebagai berikut:
a. Peta
topografi.
Pada peta topografi didapatkan
informasi parameter geomorfologis secara langsung, antara lain: morfometri,
relief, morfografi, kesan topografi yang dicerminkan oleh pola dan kerapatan kontur. Morfometri yang dapat disadap dari
peta topografi antara lain: kemiringan, panjang dan bentuk lereng, relief lokal
dan dan regional, kesan topografi, bentuk lembah, kerapatan aliran, serta
bentuk daerah aliran sungai. Secara tidak langsung data geomorfologis dapat
juga disadap dari peta topografi, antara lain: struktur batuan, proses
geomorfologi, jenis batuan atau litologi, yang semuanya mendasarkan pada pola
dan bentuk kontur.
b. Foto udara
dan citra non foto.
Data geomorfologis dapat juga disadap
dari foto uadara dan citra non foto dengan cara interpretasi, baik menggunakan
alat stereoskop untuk citra yang bertampalan, atau secara visual untuk citra
yang tidak bertampalan. Karakteristik citra foto maupun non foto yang sangat
membantu dalam interpretasi antara lain: rona, pola, tekstur, situs, dan
bayangan. Menurut Verstappen, 1977, dalam identifikasi dan klasifikasi
bentuklahan ada tiga kriteria yang harus diperhatikan dalam interpretasi foto
udara, yaitu:
- Kriteria bentuk atau relief, yaitu berkaitan dengan
kenampakan baik secara vertikal maupun horisontal. Kriteria ini merupakan
hal yang utama dalam interpretasi geomorfologi. Citra yang stereoskopis
dapat menyajikan aspek bentuk lebih jelas, kesan bayangan memperjelas
bentuk pada citra non stereoskopis.
- Kriteria densiti, merupakan gradasi rona dalam fotografi, dan ini memegang
peranan penting kedua. Tekstur suatu kenampakan pada foto udara merupakan
salah satu contoh pencerminan dari karakteristik densiti. Perbedaan daerah
spektrum yang digunakan akan dapat mengakibatkan beda rona pada citra.
Sistem dari citra yang digunakan perlu tetap diperhatikan dalam
interpretasi karena sistem akan
mempengaruhi densiti. Demikian pula perbedaan obyek dapat menimbulkan beda
rona pada citera.
- Kriteria lokasi, menunjukkan situasi bentang lahan
ekologis, bentuklahan yang memegang peranan penting dalam interpretasi dan
identifikasinya, karena situasi suatu kenampakan di dalam suatu struktur
atau pola dapat digunakan sebagai kunci interpretasi.
Verstappen, 1977, mengemukakan bahwa
analisis sistematis untuk identifikasi bentuklahan dapat didekati dengan tiga
pendekatan, yaitu:
1. Pendekatan
pola (Pattren approach).
Cara ini mirip dengan survei sistem
lahan yakni daerah penelitian dipilahkan kedalam satuan-satuan bentanglahan
utama, baru masing-masing dipecah menjadi satuan yang lebih rinci. Pola sebagai
dasar pemilihan biasanya berupa pola
dari: bentuk, jaring-jaring pengaliran, kenampakan erosi, dan vegetasi alam dan
bentang budaya. Cara semacam ini sering disebut juga landscape analysis dimana
satuan bentanglahan yang dihasilkan kurang lebih sama dengan satuan
bentuklahan, akan tetapi tidaklah selalu tepat.
2. Pendekatan
geomorfologis atau Fisiografis.
Dalam pendekatan ini lahan dibedakan
menjadi satuan-satuan geomorfologis berdasarkan pertimbangan asal mula
terbentuknya (genesis). Hal ini mengingat bahwa gnesis dari berbagai fenomena
di permukaan bumi menunjukkan sifat yang terkandung dan potensi ekonomi. Akan
tetapi cara pendekatan ini hanya dapat dilakukan sempurna bagi interpreter yang
berpengetahuan geomorfologis cukup banyak. Cara ini lebih baik digunakan
untukmaksud terapan seperti misalnya untuk pendekatan di dalam survei geologi,
tanah, hidrologi dan sebagainya.
3. Pendekatan Unsur
atau Parameter.
Pendekatan ini mendasarkan pada ketiga
kriteria tersebut di depan masing-masing secara terpisah, sehingga dapat
menghasilkan satuan-satuan geomorfologi yang lebih tepat dan rinci. Cara
pendekatan ini lebih baik untuk komputerisasi dan analisis bentuklahan dan
medan dengan komputer.
c. Peta Geologi.
Data geomorfologi yang dapat disadap
dari peta geologi antara lain: jenis, macam, dan umur batuan, serta struktur
geologi. Jenis batuan mencakup batuan beku, sedimen, dan batuan ubah, sedang
masing-masing batuan terdiri atas berbagai macam batuan. Umur batuan dapat
diperoleh dari peta geologi, yakni: umur geologi dalam: periode, era dan umur.
Struktur geologi tercermin pada peta geologi dari simbol garis, antara lain:
arah jurus, kemiringan perlapisan batuan, sumbu antiklinal dan sinklinal, garis
sesar gawir, serta macam btuan tertentu yang sering dapat mencerminkan atau
memberikan informasi struktur geologi, misalnya ketidakselarasan atau
unconformity, yang terjadi dari berbagai macam batuan yang kontak satu sama
lain.
d. Kerja
Lapangan.
Kerja lapangan dilakukan untuk
mendapatkan data hasil pengukuran parameter geomorfologis secara langsung.
Kerja lapangan dilakukan untuk mendapatkan data primer yang tidak dapat disadap
dari peta atau citra penginderaan jauh. Untuk mendapatkan data tersebut
dilakukan pengukuran lapangan dengan menggunakan berbagai alat suevei lapangan
berupa: bor tanah, sekop, pita ukur, kompas
geologi, abney level, hand level, palu, cangkul, kaca pembesar, dan alat
ukur lainnya sesuai dengan kebutuhan.
3.4. Analisis
Data Geomorfologi.
Analisis data geomorfologi dapat
dituangkan dalam bentuk peta geomorfologi, kemudian dilakukan pemerian pada
setiap satuan bentuklahan. Analisis kuantitatif dapat juga dilakukan dengan
cara mentabelkan data geomorfologi tersebut, selanjutnya dilakukan klasifikasi,
agar didapatkan bentuklahan yang sederhana, atas dasar: kesamaan perwatakan
dari: struktur/batuan, proses geomorfologi, dan kesan topografi. Selanjutnya
data pada setiap satuan bentuklahan dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut
dalam evaluasi sumberdaya lahan, baik secara manual maupun menggunakan sistem
informasi geografi. Dalam analisa data yang telah diproses harus memperhatikan:
macam, banyak, sebaran, dan validitas data. Adakalanya data valid untuk tujuan
tertentu, namun tidak valid untuk tujuan yang lain.
3.5.
Pendekatan Survei Geomorfologi.
Adan tiga pendekatan dalam survei
geomorfologi, yaitu pendekatan analitis, sintesis, dan pendekatan parametris,
pendekatan analitis menyajikan satuan pemetaan dan informasi geomorfologis yang
meliputi aspek utama, yaitu: morfometri, morfografi, morfogenesa (morfostruktur
dan morfodinamik), morfokronologis, dan material di tempat bentuklahan terbentuk.
Di dalam pemetaan geomorfologi perhatian terhadap sebaran keruangan dan
temporan adalah sangat penting, terutama dalam kaitannya dengan aspek proses
yang bersifat statis maupun dinamis.
Pendekatan sintetis atau holistik
merupakan penelitian yang melibatkan berbagai disiplin ilmu, atau disebut pula
sebagai multi disiplin, yang menyajikan informasi medan dalam konteks
lingkungan dan hubungannya dengan ekologi bentanglahan. Pendekatan sentetis ini
melibatkan berbagai parameter
lingkungan, antara lain: geologi, tanah, hidrologi, sedimen, air
permukaan, airtanah, vegetasi alami, dan budidaya, serta iklim. Dengan
pendekatan ini maka diperoleh empat
tingkat klasifikasi medan atas dasar urutannya yaitu: komponen terain, unit
terain, sistem terain, dan provinsi terain.
Pendekatan pragmatis atau parameter
dimaksudkan pendekatan survei geomorfologi terapan dengan memanfaatkan hasil
survei analitik (peta geomorfologi) dan/atau survei sintetik (peta medan dan
lahan). Apabila seseorang ingin membuat peta lereng suatu daerah cukup hanya
menggunakan hasil survei analitis, yakni pada aspek morfologi. Hal ini kemiringan lereng tidak memerlukan
data bantu lain kecuali morfologi/morfometri suatu daerah. Lain halnya apabila
kita ingin mengadakan survei geomorfologi untuk pemetaan kerentanan banjir,
maka beberapa data sintetik kita perlukanseperti material endapan (sedimen,
kelembaban tanah, fluktuasi muka airtanah, kedalaman muka airtanah, vegetasi
penutup (alami maupun budaya), iklim, topografi dan lainnya. Oleh karena itu
penelitian kerentanan banjir akan tepat kalau menggunakan hasil suevei sintetis
karena parameter yang diperlukan dapat terpenuhi pada peta hasil pendektan
sintetis (peta medan/lahan) tersebut.
3.6. Tahapan
Suevei Geomorfologi.
Tahap 1. Pengumpulan data.
Di dalam pengumpulan data geomorfologi
harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
- Ingat : tujuan dan hampiran survei.
- Buat : diagram alir yang sesuai dengan,
kerangka teori dan pemikiran.
- Pilihlah : data yang tepat dala, kategori
faktor/unsur dan variabel.
- Pikirkan : bagaimana data dapat diperoleh dan
diukur.
- Catatan : nalisis laboratorium termasuk dalam
tahap ini.
Tahap 2. Pemrosesan data.
Di dalam pemrosesan data yang telah
dikumpulkan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
-
menyusun tabel data,
-
tabel analisis,
-
kerja laboratorium,
-
pengelompokan dan pengorganisasian data,
-
komputrisasi data.
Tahap 3. Analisa data.
Di dalam analisa data kita harus
memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
- ingat akan
macam, banyak, penyebaran dan validitas data
- analisis dapat
dilakukan secara:
-
tabulasi,
-
kualitatif,
-
kuantitatif / numerik,
-
statistik,
-
komputerisasi
- Pilihlah
teknik analisis yang sesuai dengan data yang tersedia.
Tahap 4. Klasifikasi data
Klasifikasi adalah tindakan
menggolong-golongkan atau mengelompokkan
sesuatu atas dasar kriteria/katagori tertentu. Klasifikasi bentuklahan
dimaksudkan untuk mengelompokan bentanglahan yang kompleks menjadi
bentuklahan-bentuklahan yang sederhana berdasarkan kesamaan karakteristik sifat
dan perwatakan, sehingga akan mempermudah dalam penelitian geomorfologis.
Adapun kesamaan sifat dan perwatakan tersebut adalah:
- Struktur geologis/geomorfologis, dari sifat ini dapat
dimengerti tentang asal mula pembentukan bentuklahan.
- Proses
geomorfologis yakni sebagai informasi bagaimana bentuklahan terbentuk.
- Kesan topografi, yakni konfigurasi permukaan bumi
yang dapat menyatakan apakah dataran, perbukitan atau pengunungan.
- Ekspresi topografi, seperti halnya pernyataan
tentang kemiringan lereng, bentuk
lereng, panjang lereng maupun hadap ke matahari.
Dengan memperhatikan ke empat persamaan sifat dan perwatakan yang ada dalam
bentuklahan tersebut maka bentuklahan
dapat diklasifikasikan menjadi beberapa, adapun para ahli mengelompokan
bentuklahan berdasarkan beberapa hal
lihat tabel berikut ini:
Nama Pencetus
Klsifikasi
|
Dasar
Klasifikasi yang Diterapkan
|
Dana, 1883
Davis, MH,
1884
Powel, JW,
1895
Davis, WM,
1899-1900
Johnson, DW,
1904
Herbertson,
DW, 1911
Lobeck, AK,
1930
Dessaunets,
1977
Verstappen,
HTh, 1985
|
Topografi yang
mengarah untuk deskripsi fisiografi.
Struktur dan
tingkat erosi.
Genesis, yang
terdiri atas: volkanisme, diastropisme, gradasi.
Genesis
terdiri atas: struktur horisontal,
struktur terganggu.
Genesis yang
terdiri atas: kontruksional, destruksional.
Penutup
permukaan,
Struktur,
Bentuk
permukan,
Genesis.
Struktur
geomorfologi, proses geomorfologi.
Sistem
pembentukan lahan, proses dan topografi.
Asal mula
terbentuknya bentuklahan,
Kaitan antara
struktur dengan proses secara bersamaan. Pada setiap bentuklahan diusahakan
dapat memberikan keterangan tentang: morfometri, morfografi, morfogenesa, dan
morfokronologi.
|
3.7. Satuan
Bentuklahan.
Dalam uraian ini klasifikasi
bentuklahan didasarkan pada klasifikasi yang mendasarkan pada: genesa, proses,
dan batuan, seperti dikemukakan oleh Verstappen, 1985. Bentuklahan tersebut
dibedakan menjadi 9 satuan bentuklahan berdasarkan genesisnya:
- Bentuklahan bentukan asal volkanis,
- Bentuklahan bentukan asal struktural,
- Bentuklahan bentukan asal proses denudasional,
- Bentuklahan
bentukan asal proses fluvial,
- Bentuklahan bentukan asal proses marine,
- Bentuklahan asal proses angin,
- Bentuklahan bentukan asal proses pelarutan,
- Bentuklahan bentukan asal proses glasial,
- Bentuklahan bentukan asal aktivitas organisme.
Dengan mendasarkan pada genesa maka
seluruh wilayah yang dipetakan akan
dapat tertutup oleh unit-unit bentuklahan. Lain halnya apabila dasar pemetaan
menggunakan variabel yang lain (misal: batuan) maka apabila tidak dapat
mengetahui nama dan jenis batuan di suatu kawasan maka daerah tersebut akan
kosong (blank) dengan unit yang tanpa nama, padahal bendanya ada hanya tidak
tahu namanya. Oleh karena itu terlihat kefleksibilitasan sistem pemetaan yang
mendasarkan pada genesa bentuklahan. Berikut ini diberikan contoh beberapa
bentuklahan tersebut atas dasar genesisnya.
1. Bentuklahan
Bentukan Asal Volkanis.
Bentuklahan bentukan asal
volkanik ini lebih didasarkan pada material/batuan penyusun berupa batuan
volkanis dengan berbagai jenisnya. Bentuklahan
ini merupakan hasil kegiatan gunungapi, baik yang berupa kegiatan
gunungapi di permukaan (ekstrusi) maupun di dalam kerak bumi (intrusi). Berikut
ini disajikan bntuklahan contoh asal volkanis lihat Gambar 3.1.

Gambar 3.1:
Bentuklahan Bentukan Asal Volkanis.
2. Bentuklahan
Bentukan Asal Struktural.
Bentuklahan ini ditentukan oleh tenaga
endogen yang menghasilkan struktur lipatan, dan patahan, serta perkembangannya.
Bentuklahan dicirikan oleh adanya perlapisan batuan yang menpunyai perbedaan
ketahanan terhdap erosi. Akibat adanya tenaga endogen tersebut maka terjadi
deformasi sikap perlapisan batuan yang semula horisontal menjadi miring atau
bahkan tegak membentuk lipatan. Penentuan nama suatu bentuklahan struktural
pada dasarnya didasarkan pada sikap perlapisan batuan (dip dan strike).
Disamping itu tenaga penyebab
terjadinya bentuklahan struktural ini dapat berupa tekanan dari lapisan
diatasnya yang tebal ke arah vertikal (bawah) sehingga massa sedimen yang lemah
dan lunak di bawahnya tertekan. Apabila terdapat adanya bagian lapisan yang
lemah akan terjadi penggelombangan ke arah atas karena terdesak oleh tekanan
yang ada di sekitarnya. Kenampakan seperti ini sering disebut dengan pseudo
volkanisme atau diapir. Gambar 3.2. berikut ini merupakan contoh bentuklahan
asal struktural.

Gambar 3.2: Strukrur Batuan Sedimen Dengan bentuklahannya.
3. Bentuklahan
Bentukan Asal Proses Denudasional.
Proses denudasional dimaksudkan besarnya
material permukaan bumi yang terlepas dan terangkut oleh berbagai tenaga
geomorfologi persatuan luas dalam waktu tertentu. Proses-proses tersebut dapat
dapat berupa erosi dan gerak massa batuan. Dengan demikian maka daerah yang
ditinggalkan oleh material tersebut maupun daerah hasil deposisi material
akibat grafitasi dikenal sebagai penomena permukaan bumi yang terdenudasi, dan
bentuklahannya dikelompokan ke dalam bentukan asal proses denudasional.
Oleh karena itu pada umumnya
bentuklahan ini terdapat pada daerah dengan topografi berbukit atau bergunung
yang berbatuan lunak (akibat proses pelapukan) dan beriklim basah, sehingga
bentuk strukturnya tidak nampak lagi karena adanya gerak massa batuan. Pembagian
bentuklahan denudasional dapat dilakukan lebih rinci dengan mempertimbangkan:
batuan, proses gerak massa yang terjadi dan morfometri.
Bentuklahan denudasional secara
genesisnya terjadi akibat proses denudasi yang dicirikan oleh adanya gerak massa
batuan yaitu proses bergeraknya puing-puing batuan (termasuk di dalamnya tanah)
secara besar-besaran menuruni lereng secara lambat hingga cepat oleh pengaruh
langsung grafitasi. Gambar 3.3. dan 3.4. berikut contoh bentuklahan asal
denudasional.

Gambar 3.3:
Bentuklahan asal denudasional.

Gambar 3.4:
Monadnock dari Stone Mountain (Starhler, 1968) .

Gambar 3.5:
Kerucut Talus atau Kipas Koluvial.
4. Bentuklahan
Asal Proses Fluvial.
Pada dasarnya bentuklahan yang
disebabkan oleh proses fluvial adalah bentuklahan yang terjadi akibat proses
air mengalir memusat (sungai) maupun oleh aliran permukaan bebas (overland
flow). Pada dasarnya sungai mempunyai tiga aktivitas utama yaitu: erosi,
transportasi dan deposisi/sedimentasi. Erosi oleh gungai adalah
pelepasan secara progesif material dasar dan tebing sungai. Transportasi oleh sungai adalah terangkutnya partikel
batuan yang telah tererosi secara melompat (traction), menggelinding (rolling),
meluncur (sliding) suspensi (suspeded matter) maupun larutan (dissolve matter).
Deposisi adalah akumulasi secara progesif material sungai yang terangkut pada
dasar sungai maupun dataran banjir atau tubuh perarian dimana sungai terhenti. Ketiga
proses sungai tersebut tidak dapat dipisahkan satu sama lain sehingga dikenal
dengan istilah THREE PHASES OF SINGLE ACTIVITY.
Pada saat sungai banjir, maka
hydraulic action dapat melepas dan mengangkut
material sedimen dalam jumlah yang sangat besar. Tidak hanya dari dasar sungai saja, akan tetapi ia juga
menggerus material yang ada di tebing
tanggul sungai. Akibatnya maka tanggul sungai mengalami kerusakan akibat
terjadinya nendatan (slumping). Proses demikian inilah yang disebut dengan bank
caving. Hal ini dapat menyebabkan alur sungai bergeser ke arah kiri-kanan atau
menjadikan sungai mengalami meandering. Bentuklahan bentukan asal proses
fluvial ini terutama berhubungan dengan
daerah penimbunan atau sedimentasi, misalnya pada lembah sungai dan dataran aluvial, dengan tenaga geomorfologis yang
utama adalah air. Gambar berikut merupakan contoh bentuklahan bentukan
asal proses fluvial.

Gambar 3.6:
Kipas Aluvial Gambar
3.7 : Crevasse splays

Gambar 3.8:
Berbagai Bentuklahan Fluvial
Gambar 3.9: Teras Sungai
5. Bentuklahan
Asal Proses Marine.
Bentuklahan asal proses marin
dimaksudkan bentuklahan yang diakibatkan
oleh adanya kegiatan gelombang dan arus laut yang membawa material sedimen laut
dan diendapkan pada suatu mintakat yang dipengaruhi oleh gelombang dan arus
tersebut. Perbedaan utama kenampakan bentuklahan ini antara lain pada suatu
kondisi apakah pantai berbatu, pantai penggalang, pantai berpasir, pantai
berlumpur atau laguna. Pada mintakat delta, bentukan asal proses marin
berhubungan erat dengan bentukan asal proses fluvial. Pulau karang
merupakan bagian dari proses marine, tetapi dalam berbagai hal macam
pertimbangan dapat dimasukkan kedalam bentuklahan asal kegiatan organisme.
Gambar berikut contoh bentuklahan asal bentukan proses marin.

Arcute
Bird foot
Gambar 3.10:
Bentuklahan asal bentukan proses marin.
Berbagai persyaratan untuk dapat
terbentuknya delta adalah sebagai berikut:
- Debit sungai besar,
- Muatan sedimen sungai tinggi,
- Lereng pantai landai,
- Arus dan gelombang laut rendah,
- Laut tepi pantai dangkal,
- Pasang dan surut kecil.
6. Bentuklahan
asal proses angin.
Seperti tenaga air, tenaga angin
mempunyai dua aspek yaitu, sebagai tenaga erosif dan selanjutnya material yang
terrerosi akan diangkut dan diendapkan di tempat lain. Pembentukan bentuklahan
asal proses angin ini tergantung dari batuan, iklim dan topografi daerah
pengendapan. Jika batuan sudah lapuk dengan tenaga angin cukup kuat maka
butiran batuan tersebut akan mudah terangkut. Daerah pengendapan yang rata akan
membentuk topografi yang khas dibanding dengan topografi berbukit.
Gerakan udara atau angin yang melewati
suatu daerah tertentu akan membentuk bentuklahan yang spesifik. Beberepa faktor
yang mendukung terbentuknya bentuklahan bentukan asal angin yaitu:
- Tersedianya material berukuran pasir halus hingga
debu dalam jumlah yang banyak.
- Terdapat periode kering yang panjang disertsi angin
yang mampu mengangkut dan mengendapkan bahan-bahan tersebut.
- Gerakan angin tidak terhalang oleh vegetasi.
Berbagai contoh
bentuklahan asal proses angin antara lain:
- Gumukpasir dengan berbagai macam bentuk, misalnya:
gumukpasir sabit, sisir, parabola, dan gumukpasir sejajar.
- Hamparan pasir.
- Cecungan daerah pasir, lihat gambar berikut ini.

Gambar 3.11:
Bentuklahan bentukan asal proses angin.

Gambar 3.12:
Bentuklahan bentuka asal proses angin.
7. Bentuklahan
asal proses pelarutan.
Bentuklahan asal proses pelarutan
atau sering disebut sebagai daerah karst dapat terjadi jika:
- terdapat batuan yang mudah larut (batugamping),
- batugamping dengan kemurnian tinggi,
- mempunyai lapisan
batuan yang tebal,
- terdapat banyak diaklas (retakan),
- pada daerah tropis basah, dan
- vegetasi penutup yang lebat.
Pada kondisi demikian batugamping akan
mudah mengalami proses pelarutan yang akhirnya membentuk topografi karst.
Adapun kenampakan topografi karst ini sangat spesifik dapat dilihat dari pola
kontur pada peta topografi berikut ini.

Gambar 3.13:
Peta topogari daerah karst.

Gambar 3.14:
Bentuklahan bentukan asal proses pelarutan
8. Bentuklahan
asal proses glasial.
Pembentukan bentuklahan bentukan asal
proses glasial adalah disebabkan oleh adanya pencairan es/salju yang pada
umumnya terdapat di daerah lintang tinggi maupun tempat-tempat yang mempunyai
elevasi tinggi dari permukaan laut. Bentuklahan bentukan asal proses glasial
dibedakan menjadi dua yaitu bentukan erosional dan bentukan deposisional.
Beberapa contoh bentuklahan asal glasial antara lain: medan salju, drumline,
cirque, akumulasi rombakan, horn, lembah menggantung, moraine, lembah fluvio
glasial, dataran fluvio glasial dan pinggos. Gambar 3.15. merupakan kenampakan
bentuklahan asal glasial.

Gambar 3.15:
Bentuklahan asal proses glasial.
9. Bentuklahan
bentukan asal kegiatan biologis.
Menurut Verstappen (1977),
bentuklahan organik bukan hanya terumbu karang saja, akan tetapi termasuk
pesisir bakau (mangrove coast) dan rancan gambut (peat bog). Terumbu karang
dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan utama yaitu terumbu paparan dan
terumbu samudra. Kedua terumbu tersebut pertumbuhannya diawali dari pertumbuhan
koloni embrionik. Berikut ini klasifikasi terumbu karang.
I. Terumbu
Paparan:
Koloni –
embrionik.
1. Terumbu
Pelataran.
- terumbu pelataran guba.
- Terumbu pelataran memanjang.
- Terumbu terresorbsi.
2. Terumbu
sumbat.
3. Terumbu
dinding.
- terumbu taring ( terumbu cincin terbuka, terumbu
cincin tertutup)
- terumbu garpu (terumbu jala terbuka, terumbu jala
tertutup)
- terumbu apron campuran.
II. Terumbu
Samudra.
- Koloni Ambrionik.
- Terumbu Pinggiran.
- Terumbu Penggalang.
- Atol.
- Atol samudra
- Atol majemuk.
- Atol
paparan.
- Atol bentuk
ladam,
- Atol bentuk kuku kuda,
- Atol bentuk oval kecil,
- Semi atol besar.
- Atol lengkap.
- Pelataran terumnu besar. Lihat gambar 3.16 dan
3.17.

Gambar 3.16:
Klasifikasi terumbu karang ( Maxwell,
1968).

Gambar 3.17:
Macam-macam atol paparan berdasarkan evolusinya.
DAFTAR PUSTAKA
Dosser, Va.,
1984. Geomorfologi Lecture Note of ITC Course. The Netherlands.
Fairbridge, R.W., 1975. The Encyclopedia of
Geomorphology. Reinhold Book Cooperation. London.
Lobeck, A.K.,
1949. Introduction to Geomorphology. MacGraw
Hill., London.
Strahler, A.N.,
1968. Physical Geography. John Willey and Sons. New York.
Strahler, A.N. and Strahler A.N., 1983. Element of
Physical Geography., John Willey and Sons. New
York.
Thronbury, W.D.,
1949. Geomorphology. MacGraw Hill. London.
Verstappen, H.Th. and Zuidam, R.A.Van., 1975. ITC
System of Geomorphological Survey. ITC Texbook of Photo Interpretation.
Verstappen, H.Th., 1983. Applied Geomorphology.
Geomorphological Survey for Environment. Elsevier. Amsterdam.
Komentar
Posting Komentar